Ditulis Oleh: Ufaira Syadza Dzikrina
Pahlawan tidak harus berjuang untuk bangsa, berjuang untuk keluarga juga “Pahlawan”. Sang pahlawan yang bekerja keras, banting tulang dari pagi hingga pagi lagi untuk orang yang ia cintai, ayah. Ayah menghabiskan separuh hidupnya tuk mencukupi hidup kekasih dan buah hatinya. Tak peduli sedang sakit apa dia, tak peduli sebarapa lelah dia, yang terpenting baginya keluarga kecilnya bahagia.
Di saat aku berada pada titik terendah, ayah datang tuk memberi setitik cahaya. Ketika aku memerlukan sesuatu engkau sigap tuk membantu. Aku sedang kebingungan maka engkau memberi petunjuk kebenaran. Walau aku merasa sendiri engkau datang memberi sebuih laut cinta. Sakit yang dihadapi bukan sakit biasa, ini sudah memungut nyawa sebagian besar insan di muka bumi, jantung koroner. Dokter itu mengatakan ucapan yang dalam, “Bapak masih hidup sampai sekarang itu adalah anugerah dari Allah yang tak terkira.”
Satu tahun lalu, matahari terbit dari ufuk timur ditemani ombak-ombak kecil, menerbitkan isak air mata yang bergelombang tak terarah. Aku sedang pada panggung ilmu itu, tertarik dan diminta untuk menaiki kendaraan dua roda tersebut. Tak ada satu dua patah kata yang terucap. Selama perjalanan pikiranku beterbangan ke sana kemari. Saat aku datang, banyak sekali orang di sana. Seorang perempuan memeluk dan mengatakan, “Ayahmu sudah tiada.” Dunia terasa hancur berkeping-keping menurunkan hujan pada kediaman itu. Aku menutup mata dan berharap semua ini hanya lelucon belaka, namun ini nyata. ***
Baarakallahu fiik kakak…
Semangat menebar manfaat ya….
Allahummaghfirlahuu warhamhuu wa’aafihi wa’fu ‘anhu wa jannata matswaa hu
semoga Allah menguatkan mu, ya sayang
(Uwa)